Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi
Wabarokatu
Tak bisa dipungkiri dan bukan hal
asing lagi, kota besar seperti Jakarta setiap paginya dan sore hari menyuguhkan
kemacetan yang luar biasa, orang-orang tidak terkecuali kita berhamburan di
jalanan. Berjalan kaki, naik motor/mobil, naik kereta, naik TJ/kopaja/metromini
dan lain sebagainya. Semua tumpah riuh dan menimbulkan hiruk pikuk di sepanjang
jalanan ibukota Jakarta. Dan semua pasti sependapat kalau tujuan semua itu
adalah untuk bekerja, untuk mencari nafkah, untuk mencari rezeki.
Tapi ada seorang atba’ tabi’in
yunior – berkata, “Jangan menyepelekan
uang receh (fulus) yang engkau dapatkan melalui suatu cara di mana engkau
menaati Allah Subhanahu Wata'ala di dalamnya. Bukan uang receh itu yang akan
digiring (menuju Allah), akan tetapi ketaatanmu. Bisa jadi dengan uang receh
itu engkau membeli sayur-mayur, dan tidaklah ia berdiam di dalam rongga tubuhmu
hingga akhirnya dosa-dosamu diampuni.” (Dari: al-Hatstsu ‘ala at-Tijarah wa
ash-Shina’ah, karya Abu Bakr al-Khallal).
Dari penyampaian di atas bisa
diambil makna bahwa baik buruknya suatu perkerjaan di mata Allah bukanlah dinilai
dari besar kecilnya gaji yang diperoleh, akan tetapi dari cara kita melakukannya.
Pertanyaan yang paling mendasar dan perlu direnungkan adalah, “Apakah Allah Ridho Dengan Pekerjaan Kita
Ini?”, dan “Sudah Halalkah Rezeki yang
Kita Dapat Selama Ini?”
Adalah sebuah kepastian, bukan?
bahwasanya Allah memerintahkan kepada kita agar selalu mencari rezeki dari sumber
yang halal untuk mencukupi semua kebutuhan kita (baca:tingkat kebutuhan tiap
orang pasti berbeda-beda). Banyak sekali perintah dalam Al-Qur’an mengenai hal
ini, salah satu dari sekian firman Allah Ta’ala : “Hai, orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 127).
Jadi, sebaik-baiknya rezeki yang
kita dapatkan adalah yang halal dan berkah. Jadi kita hendaknya melakukan proses
pencarian rezeki tersebut dengan menggunakan cara-cara yang baik pula. Islam
melarang keras segala bentuk upaya mendapatkan rezeki dengan cara-cara yang :
1. Dzolim (kejam,
bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan
kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, melanggar hak orang lain)
Allah Ta’ala
berfirman : “Jika kamu tidak
melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika
kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat dzolim
(merugikan) dan tidak didzolimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah : 279)
2. Riba (pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam)
Dalam QS
Al-Baqarah ayat 278 dijelaskan : “Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang beriman.”
3. Judi (permainan
yang melibatkan dua orang atau lebih yang mempertaruhkan harta dan isteri
mereka dalam sesuatu permainan – riwayat Ibn Abbas)
Dalam
firman-Nya : “Mereka bertanya kepadamu
(wahai Muhammad) mengenai khamar (arak) dan judi. Katakanlah : ada keduanya ada
dosa besar dan ada pula beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar daripada manfaatnya…” (QS. Al-Baqarah : 219)
Firman Allah
Ta’ala lainnya : “Wahai orang-orang yang
beriman! Bahawa sesungguhnya khamar (arak), dan judi, dan pemujaan berhala, dan
mengundi nasib dengan batang-batang anak panah, adalah (semuanya) kotor (keji)
dari perbuatan Syaitan. Oleh itu hendaklah kamu menjauhinya supaya kamu
berjaya.” (QS. Al-Maidah : 90)
4. Penipuan
(Gharar) – (kebohongan
yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain)
Sabda
Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa
merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk
neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah seorang bertanya, ”Meskipun
sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya, meskipun hanya setangkai
kayu sugi (siwak).”(HR Muslim)
5.
Suap
(Risywah) – (uang
sogok)
Firman Allah
Ta’ala : “Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqarah : 188)
Dikuatkan
pula dalam As-Sunnah, Abdullah bin Amr ra berkata, “Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan
penerimanya.” (HR Abu Dawud 3582, At Tirmidzi 1386, Ibnu Majah 2401, Ahmad
6689 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobih 3753)
6. dan Maksiat
(perbuatan yg
melanggar perintah Allah Ta’ala; perbuatan dosa (tercela, buruk, dsb)).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapat rezeki karena dosa
yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.”
(HR. Ahmad)
Bahkan bisa jadi kalau kita
sering mendengar banyak ungkapan dalam kehidupan sehari-hari, “mencari rezeki yang haram saja susah
apalagi mendapat rezeki yang halal” atau “kita akan senantiasa miskin jika tidak mencari rezeki tambahan dari
sumber yang haram”.
Tidaklah salah jika sekarang
banyak yang menyamaartikan rezeki yang halal dan haram, sudah sesuai dan persis
dengan apa yang digambarkan dan disampaikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Rasulullah menjelaskan hal ini dalam sebuah hadisnya yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah : “Bakal
datang kepada manusia suatu masa orang tidak lagi peduli terhadap apa yang
diambilnya, apakah itu halal atau haram.” (HR. Bukhari)
Demikian juga dari Ibnu Umar
berkata: “Barang siapa yang membeli
pakaian dengan harga sepuluh dirham, satu dirham diantaranya uang yang haram, maka
Allah tidak akan menerima sholatnya selama pakaian itu masih dipakainya.
Kemudian Ibnu Umar memasukkan jarinya kedalam dua telinganya, lalu berkata: “
biarkanlah telinga ini tuli kalau tidak mau mendengarkan perkataan dari
Rasulullah ini.” (HR. Bukhari)
Dalam mencari rezeki, sangat
dianjurkan oleh Allah dan Rasulnya, untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan
bekerja keras. Tapi jangan juga kita larut dalam gemerlap dunia, janganlah
mengejar harta/dunia saja, karena dunia itu memperdaya kita semua. Allah
berfirman : “Sesungguhnya janji Allah
adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu,
dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah”.
(QS. Luqmaan: 33)
Jadi, sesungguhnya kita berusaha
dan berupaya mendapatkan rezeki dengan cara yang baik dan benar sesuai tuntunan
islam, dan tidak perlu takut kehilangan rezeki, kekurangan rezeki, tidak
kebagian rezeki dan sebagainya serta jangan sekali-kali menghalalkan segala
cara untuk mendapatkan rezeki itu. Sudah ada jaminan bahwa Allah sajalah yang
memberikan kita rezeki, bukan orang lain. Sekali lagi kita harus yakin bahwa
rezeki itu ketetapan Allah Maha Pemberi Rezeki. Dalam firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala : "Allah-lah yang menciptakan
kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu
(kembali)." (QS. Ar-Ruum: 40)
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman : “Tidak ada satu
makhluk melatapun di muka bumi kecuali Allah yang menanggung rezekinya, dan Dia
yang mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis
dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Huud : 6)
Sekali lagi, mari kita memulai
mencarinya dengan hal yang baik dan sesuai dengan syari’at Islam. Semoga kita
semua lebih berhati-hati lagi dalam mencari rezeki di bumi Allah. Semoga kita
termasuk orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat Allah sekecil apapun itu. Semoga
Allah selalu memberikan kita petunjuk agar kita selalu berada di jalan yang
lurus, jalan yang benar, dan jalan yang diridhoi-Nya. Semoga kita selalu
dilindungi-Nya, diberi keselamatan, dan dimudahkan jalan kita ketika kita
menegakkan panji-panji Islam, untuk Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Semoga selalu
diberikan keteguhan hati dan ketetapan iman dalam memegang teguh dan
mengimplementasikannya apa-apa yang ada di Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semoga kita
semua tergolong umat Rasullulah Shallallaahu alaihi wa sallam yang 70.000, yang
mana golongan itu masuk ke dalam surganya Allah SWT tanpa hisab.
Aamiin
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi
Wabarokatu