Selasa, 18 Maret 2014

Sudah Halalkah Rezeki Yang Kita Dapat Selama Ini?

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatu

Tak bisa dipungkiri dan bukan hal asing lagi, kota besar seperti Jakarta setiap paginya dan sore hari menyuguhkan kemacetan yang luar biasa, orang-orang tidak terkecuali kita berhamburan di jalanan. Berjalan kaki, naik motor/mobil, naik kereta, naik TJ/kopaja/metromini dan lain sebagainya. Semua tumpah riuh dan menimbulkan hiruk pikuk di sepanjang jalanan ibukota Jakarta. Dan semua pasti sependapat kalau tujuan semua itu adalah untuk bekerja, untuk mencari nafkah, untuk mencari rezeki.
                        
Tapi ada seorang atba’ tabi’in yunior – berkata, “Jangan menyepelekan uang receh (fulus) yang engkau dapatkan melalui suatu cara di mana engkau menaati Allah Subhanahu Wata'ala di dalamnya. Bukan uang receh itu yang akan digiring (menuju Allah), akan tetapi ketaatanmu. Bisa jadi dengan uang receh itu engkau membeli sayur-mayur, dan tidaklah ia berdiam di dalam rongga tubuhmu hingga akhirnya dosa-dosamu diampuni.” (Dari: al-Hatstsu ‘ala at-Tijarah wa ash-Shina’ah, karya Abu Bakr al-Khallal).

Dari penyampaian di atas bisa diambil makna bahwa baik buruknya suatu perkerjaan di mata Allah bukanlah dinilai dari besar kecilnya gaji yang diperoleh, akan tetapi dari cara kita melakukannya. Pertanyaan yang paling mendasar dan perlu direnungkan adalah, “Apakah Allah Ridho Dengan Pekerjaan Kita Ini?”, dan “Sudah Halalkah Rezeki yang Kita Dapat Selama Ini?”

Adalah sebuah kepastian, bukan? bahwasanya Allah memerintahkan kepada kita agar selalu mencari rezeki dari sumber yang halal untuk mencukupi semua kebutuhan kita (baca:tingkat kebutuhan tiap orang pasti berbeda-beda). Banyak sekali perintah dalam Al-Qur’an mengenai hal ini, salah satu dari sekian firman Allah Ta’ala : “Hai, orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 127).

Jadi, sebaik-baiknya rezeki yang kita dapatkan adalah yang halal dan berkah. Jadi kita hendaknya melakukan proses pencarian rezeki tersebut dengan menggunakan cara-cara yang baik pula. Islam melarang keras segala bentuk upaya mendapatkan rezeki dengan cara-cara yang :
1. Dzolim (kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, melanggar hak orang lain)
Allah Ta’ala berfirman : “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat dzolim (merugikan) dan tidak didzolimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah : 279)
2. Riba (pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam)
Dalam QS Al-Baqarah ayat 278 dijelaskan : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.”
3.  Judi (permainan yang melibatkan dua orang atau lebih yang mempertaruhkan harta dan isteri mereka dalam sesuatu permainan – riwayat Ibn Abbas)
Dalam firman-Nya : “Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (arak) dan judi. Katakanlah : ada keduanya ada dosa besar dan ada pula beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya…” (QS. Al-Baqarah : 219)
Firman Allah Ta’ala lainnya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bahawa sesungguhnya khamar (arak), dan judi, dan pemujaan berhala, dan mengundi nasib dengan batang-batang anak panah, adalah (semuanya) kotor (keji) dari perbuatan Syaitan. Oleh itu hendaklah kamu menjauhinya supaya kamu berjaya.” (QS. Al-Maidah : 90)
4.   Penipuan (Gharar) – (kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain)
Sabda Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah seorang bertanya, ”Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya, meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).”(HR Muslim)
5.   Suap (Risywah) – (uang sogok)
Firman Allah Ta’ala : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqarah : 188)
Dikuatkan pula dalam As-Sunnah, Abdullah bin Amr ra berkata, “Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan penerimanya.” (HR Abu Dawud 3582, At Tirmidzi 1386, Ibnu Majah 2401, Ahmad 6689 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobih 3753)
6.   dan Maksiat (perbuatan yg melanggar perintah Allah Ta’ala; perbuatan dosa (tercela, buruk, dsb)).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapat rezeki karena dosa yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)


Bahkan bisa jadi kalau kita sering mendengar banyak ungkapan dalam kehidupan sehari-hari, “mencari rezeki yang ‎haram saja susah apalagi mendapat rezeki yang halal” atau “kita akan senantiasa miskin jika tidak mencari rezeki tambahan dari ‎sumber yang haram”.

Tidaklah salah jika sekarang banyak yang menyamaartikan rezeki yang halal dan haram, sudah sesuai dan persis dengan apa yang digambarkan dan disampaikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah menjelaskan hal ini dalam sebuah hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : “Bakal datang kepada ‎manusia suatu masa orang tidak lagi peduli terhadap apa yang diambilnya, apakah itu halal atau haram.”‎ (HR. Bukhari)

Demikian juga dari Ibnu Umar berkata: “Barang siapa yang membeli pakaian dengan harga sepuluh dirham, satu ‎dirham diantaranya uang yang haram, maka Allah tidak akan menerima sholatnya selama pakaian itu masih dipakainya. ‎Kemudian Ibnu Umar memasukkan jarinya kedalam dua telinganya, lalu berkata: “ biarkanlah telinga ini tuli kalau tidak mau ‎mendengarkan perkataan dari Rasulullah ini.” (HR. Bukhari)‎

Dalam mencari rezeki, sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasulnya, untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras. Tapi jangan juga kita larut dalam gemerlap dunia, janganlah mengejar harta/dunia saja, karena dunia itu memperdaya kita semua. Allah berfirman : “Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah”. (QS. Luqmaan: 33)

Jadi, sesungguhnya kita berusaha dan berupaya mendapatkan rezeki dengan cara yang baik dan benar sesuai tuntunan islam, dan tidak perlu takut kehilangan rezeki, kekurangan rezeki, tidak kebagian rezeki dan sebagainya serta jangan sekali-kali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezeki itu. Sudah ada jaminan bahwa Allah sajalah yang memberikan kita rezeki, bukan orang lain. Sekali lagi kita harus yakin bahwa rezeki itu ketetapan Allah Maha Pemberi Rezeki. Dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala : "Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)." (QS. Ar-Ruum: 40)
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tidak ada satu makhluk melatapun di muka bumi kecuali Allah yang menanggung rezekinya, dan Dia yang mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Huud : 6)

Sekali lagi, mari kita memulai mencarinya dengan hal yang baik dan sesuai dengan syari’at Islam. Semoga kita semua lebih berhati-hati lagi dalam mencari rezeki di bumi Allah. Semoga kita termasuk orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat Allah sekecil apapun itu. Semoga Allah selalu memberikan kita petunjuk agar kita selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang benar, dan jalan yang diridhoi-Nya. Semoga kita selalu dilindungi-Nya, diberi keselamatan, dan dimudahkan jalan kita ketika kita menegakkan panji-panji Islam, untuk Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Semoga selalu diberikan keteguhan hati dan ketetapan iman dalam memegang teguh dan mengimplementasikannya apa-apa yang ada di Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semoga kita semua tergolong umat Rasullulah Shallallaahu alaihi wa sallam yang 70.000, yang mana golongan itu masuk ke dalam surganya Allah SWT tanpa hisab. Aamiin


Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar